Di balik gerbang megah yang dijaga oleh para petugas berseragam, berdiri sebuah lembaga pemasyarakatan yang tidak hanya menyimpan kisah tentang hukuman, tetapi juga tentang pengharapan dan pemulihan. Lapas Kelas I Surabaya, yang terletak di jantung kota, dikenal bukan hanya karena bangunannya yang kokoh, tetapi karena dua sosok ikonik yang menjadi simbol semangat dan pengingat akan perubahan: boneka maskot Latu dan Baya.
🌊 Dari Legenda Menjadi Inspirasi
Konon, di masa lalu, sebelum beton berdiri dan pagar tinggi menjulang, wilayah di sekitar Lapas Surabaya adalah daerah rawa-rawa dan sungai kecil yang dihuni oleh sepasang buaya bersahabat. Mereka tidak seperti buaya biasa. Buaya ini punya mata bijak dan senyuman lembut. Orang-orang yang tinggal di desa sekitar menyebut mereka dengan nama Latu, sang penjaga air jernih, dan Baya, pelindung tanah dan ketenangan.
Ia dikenal tenang, berpikir sebelum bertindak, dan senang mendengar kisah manusia yang kesulitan. Baya, saudaranya, berbadan lebih besar dan berwarna hijau zaitun. Karakter Baya lebih tegas, tetapi hatinya lembut. Ia membela yang lemah, bahkan saat makhluk lain salah jalan.
Suatu hari, ketika daerah itu dilanda konflik dan kekacauan, Latu dan Baya memutuskan untuk tidak melarikan diri, melainkan tinggal dan menjaga keseimbangan. Mereka menciptakan sebuah lingkaran keamanan di tengah rawa, tempat semua makhluk, bahkan yang telah berbuat salah, bisa mencari ketenangan dan merenung.
Legenda tentang Latu dan Baya tersebar dari mulut ke mulut. Hingga generasi berganti, kisah mereka menjadi bagian dari budaya lokal yang hampir dilupakan—sampai suatu hari...
🧵 Dari Kisah ke Boneka
Di tahun-tahun modern, saat Lapas Surabaya ingin menghadirkan wajah baru yang lebih manusiawi dan edukatif, lahirlah gagasan untuk menciptakan maskot. Namun, bukan sembarang maskot. Mereka ingin sosok yang mewakili pengayoman, keberanian untuk berubah, dan semangat untuk memulai kembali.
Dalam pertemuan kreatif antara petugas, warga binaan, dan tim kreatif seni lokal, muncullah kembali nama Latu dan Baya. Dua buaya legendaris itu seolah memanggil kembali identitas wilayah yang telah lama tenggelam dalam cerita lama. Maka, dengan benang dan kain, mereka menjahit bukan hanya dua boneka, tetapi dua jiwa simbolik yang hidup kembali.
🧸 Latu – Boneka Bijak Berhati Tenang
Latu dalam bentuk boneka didesain dengan ekspresi lembut. Matanya bundar, tidak menakutkan, melainkan menyiratkan rasa peduli. Di bagian dadanya dijahit logo kecil Lapas Surabaya, menandakan bahwa ia adalah penjaga nilai-nilai lembaga: keadilan, pembinaan, dan harapan. Latu mengenakan jaket kecil warna biru, melambangkan ketenangan dan pembelajaran. Tangannya dirancang seperti memberi pelukan — menyambut semua yang ingin berubah.
🧸 Baya – Boneka Gagah Berjiwa Pelindung
Baya, sebaliknya, mengenakan rompi warna coklat tua dengan emblem api kecil di sisi kiri — tanda keberanian dan perubahan dari dalam diri. Matanya menyipit tegas, tapi senyumnya tersungging di sisi kanan. Baya dirancang sebagai simbol kekuatan dan pendamping dalam proses transformasi. Ia sering digambarkan sebagai penjaga gerbang simbolik dunia lama dan baru bagi mereka yang ingin menebus masa lalu.
🎨 Dari Penjara ke Pendidikan
Yang menjadikan Latu dan Baya luar biasa adalah bagaimana mereka diperkenalkan bukan hanya sebagai boneka untuk pajangan. Mereka dihadirkan dalam program edukasi, buku cerita anak, video animasi, dan bahkan dalam sesi psikososial bersama anak-anak dari warga binaan. Ketika seorang ayah di dalam lapas menceritakan dongeng sebelum tidur kepada anaknya di luar, ia bisa menggunakan karakter Latu dan Baya sebagai jembatan hati.
Latu dan Baya membantu membangun jembatan antara dunia luar dan dalam, antara pelanggaran dan harapan baru, antara masa lalu yang kelam dan masa depan yang ingin diperbaiki.
📚 Kelahiran Dongeng Baru
Saat ide Latu dan Baya mulai diperkenalkan secara luas, Lapas Surabaya memutuskan untuk menghidupkan keduanya dalam bentuk dongeng anak-anak. Bukan dongeng sembarangan, melainkan dongeng dengan tujuan edukatif, inspiratif, dan menyembuhkan. Kisah-kisah ini ditulis dalam bentuk buku saku bergambar, video animasi pendek, bahkan dibacakan langsung oleh para petugas dalam sesi parenting untuk anak warga binaan.
Dalam kisah-kisah ini, Latu dan Baya tinggal di sebuah pulau kecil bernama Pulau Harapan Hijau, sebuah tempat imajiner yang mencerminkan nilai-nilai pemasyarakatan. Mereka tinggal di dekat danau tenang, dikelilingi hutan yang penuh warna, dan menjadi sahabat bagi semua makhluk: burung yang patah sayapnya, kura-kura yang kehilangan arah, bahkan serigala kecil yang pernah membuat kesalahan besar.
🎭 Latu – Si Bijak yang Mendengarkan
Latu digambarkan sebagai buaya berwarna hijau pucat dengan bintik-bintik perak di sepanjang punggungnya. Ia penyendiri, tetapi bukan karena sombong. Latu suka merenung di bawah cahaya bulan sambil mendengarkan suara air dan angin. Ia punya kemampuan mendengarkan cerita-cerita dari binatang lain dengan sabar, tanpa menghakimi.
Dalam sebuah cerita berjudul “Latu dan Kotak Kesalahan”, seekor kelinci bernama Kuki datang kepada Latu membawa kotak yang penuh dengan batu. Setiap batu melambangkan kesalahan yang pernah ia buat. Latu tidak menertawakannya, tidak memarahinya. Ia hanya berkata, “Kesalahan bukan untuk dibawa terus, tapi untuk diurai dan dipelajari.” Kalimat itu menjadi kutipan terkenal yang kini bahkan terpajang di salah satu dinding edukasi Lapas Surabaya.
🛡️ Baya – Si Pelindung yang Tegas Tapi Lembut
Baya tampil berbeda. Ia lebih besar, berwarna hijau tua, dengan sorot mata tajam yang membuatnya terlihat garang. Tapi semua penghuni Pulau Harapan tahu bahwa hatinya seperti empuknya pasir basah: ia bisa menopang, memeluk, dan membentuk kembali. Dalam cerita berjudul “Baya dan Bayangan Galaknya”, seekor anak monyet takut pada Baya karena posturnya besar dan suara langkahnya berat. Namun Baya justru menyelamatkan si monyet dari sungai deras dan menunjukkan bahwa bentuk luar tidak selalu mencerminkan isi hati.
Baya sering mengajari makhluk lain tentang keberanian untuk berkata jujur, menghadapi konsekuensi, dan bertanggung jawab atas pilihan yang diambil. Ia bukan buaya pemarah, tetapi buaya yang siap menjadi cermin bagi siapa pun yang berani berubah.
🧩 Simbol-Simbol Edukasi
Setiap bagian dari tubuh boneka Latu dan Baya menyimpan makna simbolis. Mata Latu yang bulat melambangkan “penglihatan batin” — kemampuan melihat lebih dalam daripada permukaan. Jaket birunya menandakan kestabilan emosional, dan ekornya yang lentur melambangkan fleksibilitas berpikir.
Sementara itu, rompi Baya yang coklat tua menggambarkan tanah tempat semua kesalahan bisa dikubur dan ditanam kembali sebagai benih kebaikan. Gigi-giginya yang tampak namun tidak pernah digerakkan untuk menyakiti mengajarkan tentang kekuatan yang dikendalikan oleh belas kasih.
Boneka Latu dan Baya juga digunakan dalam kelas seni kreatif bagi warga binaan. Ada sesi di mana peserta membuat versi mereka sendiri dari Latu dan Baya dari bahan-bahan daur ulang. Dalam proses itu, banyak yang mencurahkan harapan dan cerita hidupnya ke dalam hasil karya, menjadikan maskot ini bukan hanya simbol, tetapi juga terapi ekspresi diri.
🧠 Maskot dengan Jiwa dan Misi
Latu dan Baya bukan maskot biasa. Mereka mewakili prinsip-prinsip utama pembinaan: penerimaan, pembelajaran, dan pengharapan. Dalam acara-acara kunjungan keluarga, mereka hadir sebagai boneka lucu yang membuat anak-anak tersenyum. Tapi lebih dari itu, mereka juga menyampaikan pesan penting: bahwa setiap orang — bahkan yang pernah jatuh — punya peluang untuk bangkit.
Dalam program “Sapa Maskot, Sapa Hati,” warga binaan diminta menulis surat kepada Latu atau Baya tentang apa yang mereka sesali dan apa yang ingin mereka ubah. Surat-surat ini kemudian dibacakan dalam sesi refleksi bersama. Banyak yang menangis — bukan karena sedih — tapi karena merasa akhirnya didengarkan, meski hanya oleh boneka yang merepresentasikan kebaikan yang mereka cari.
Bagi anda yang ingin memesan boneka maskot lapas surabaya atau maskot lain dengan konsep apapun ataupun desain lain yang anda mau bisa langsung hubungi kami lewat whatapps di 085956710171.